Rabu, 27 Maret 2013

SEJARAH BETAWI

BETAWI

Sejarah Betawi diawali pada masa zaman batu yang menurut Sejarawan Sagiman MD sudah ada sejak zaman neolitikum. Sementara Yahya Andi Saputra (Alumni Fakultas Sejarah UI), berpendapat bahwa penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Menurutnya, dahulu kala penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Dia menyebutkan berbagai sebab yang kemudian menjadikan mereka sebagai suku bangsa sendiri-sendiri.
  • Pertama, munculnya kerajaan-kerajaan di zaman sejarah.
  • Kedua, kedatangan penduduk dari luar Nusa Jawa.
  • Terakhir, perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.
Penduduk asli Betawi berbahasa Kawi (Jawa kuno). Di antara penduduk juga mengenal huruf hanakacara (abjad bahasa Jawa dan Sunda). Jadi, penduduk asli Betawi telah berdiam di Jakarta dan sekitarnya sejak zaman dahulu . Menurut Etimoogi kata dari Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dengan menggunakan bahasa Melayu kreol juga kebudayaan Melayu.

Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarawan ada beberapa acuan diantaranya :
  • Pitawi (Bahasa Melayu Polynesia Purba) yang artinya larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di Batu Jaya. Sejarahwan Ridwan Saidi mengaitkan bahwa Kompleks Bangunan di Batu Jaya, Karawang merupakan sebuah Kota Suci yang tertutup, sementara Karawang, merupakan Kota yang terbuka.
  • Betawi (Bahasa Melayu Brunei) di mana kata "Betawi" digunakan untuk menyebut giwang. Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan, Kabupaten Bekasi, yang banyak ditemukan giwang dari abad ke-11 M.
  • Flora guling Betawi (cassia glauca), famili papilionaceae yang merupakan jenis tanaman perdu yang kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta kokoh. Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak digunakan untuk pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau. Tanaman guling Betawi banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di pulau Jawa dan Kalimantan. Sementara di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, guling Betawi disebut Kayu Bekawi. Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, dan ini biasa terjadi dalam bahasa Melayu, seperti kata tanya apakah atau apatah yang memiliki persamaan makna atau arti.
Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan" Sehinga Kata "Betawi" bukanlah berasal dari kata "Batavia" yang nama lama dari Kota Jakarta pada masa Hindia Belanda. Dikarenakan nama Batavia lebih merujuk kepada wilayah asal nenek moyang orang Belanda

“Batavia is the Latin name for the land of the Batavians during Roman times. This was roughly the area around the city of Nijmegen, Netherlands, within the Roman Empire. The remainder of this land is nowadays known as Betuwe. During the Renaissance, Dutch historians tried to promote these Batavians to the status of "forefathers" of the Dutch people. They started to call themselves Batavians, later resulting in the Batavian Republic, and took the name "Batavia" to their colonies such as the Dutch East Indies, where they renamed the city of Jayakarta to become Batavia from 1619 until about 1942, when its name was changed to Djakarta (this is the short for the former name Jayakarta, later respelt Jakarta; see: History of Jakarta). The name was also used in Suriname, where they founded Batavia, Suriname, and in the United States where they founded the city and the town of Batavia, New York. This name spread further west in the United States to such places as Batavia, Illinois, near Chicago, and Batavia, Ohio.”.

Batavia merupakan nama Latin dari tanah Batavia pada zaman Romawi. Perkiraan kasarnya berada sekitar kota Nijmegen, Belanda, dalam Kekaisaran Romawi. Sisa lahan yang kini dikenal sebagai Betuwe. Selama Renaisans, sejarawan Belanda mencoba untuk mempromosikan Batavia menjadi sebuah status "nenek moyang" dari orang-orang Belanda. Kemudian mereka mulai menyebut diri Orang-orang atau penduduk Batavia, kemudian hal tersebut mengakibatkan munculnya Republik Batavia, dan mengambil nama "Batavia" untuk koloni mereka seperti Hindia Belanda, dimana mereka mengganti nama menjadi dari Kota Jayakarta menjadi Batavia dari 1619 sampai sekitar 1942, ketika namanya diubah menjadi Djakarta ( nama pendek dari nama Jayakarta, kemudian dirubah kembali dalam ejaan nya menjadi Jakarta ). Nama Batavia juga digunakan di Suriname yang di mana mereka mendirikan Batavia, Suriname di Amerika Serikat yang di mana mereka mendirikan kota Batavia, New York. Nama ini menyebar lebih jauh ke barat di Amerika Serikat untuk tempat-tempat seperti Batavia, Illinois, dekat Chicago, dan Batavia, Ohio. Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai suatu suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama Perkoempoelan Kaoem Betawi yang lahir pada tahun 1923.

SUKU BETAWI

Menurut pembagian priodenya saya bagi menjadi Awal dan Kolonialisasi Eropa sebagai berikut:

Periode Awal
Abad ke-2
Pada abad ke-2, Menurtut Yahya Andi Saputra Jakarta dan sekitarnya termasuk wilayah kekuasaan Salakanagara atau Holoan yang terletak di kaki Gunung Salak, Bogor. Penduduk asli Betawi adalah rakyat kerajaan Salakanagara. Pada zaman itu perda gangan dengan Cina telah maju. Bahkan, pada tahun 432 Salakanagara telah mengirim utusan dagang ke Cina.
Abad ke-5
Pada akhir abad ke-5 berdirinya kerajaan Hindu Tarumanagara di tepi kali Citarum. Menurut Yahya, ada anganggapan Tarumanagara merupakan kelanjutan dari kerajaan Salakanagara. Hanya saja ibukota kerajaan dipindahkan dari kaki gunung Salak ke tepi kali Citarum. Penduduk asli dari Betawi menjadi rakyat kerajaan Tarumanagara. Tepatnya letak dari ibukota kerajaan berada di tepi sungai Candrabagha, yang oleh Poerbatjaraka diidentifikasi sebagai sungai Bekasi. Candra berarti Bulan atau Sasi, jadi ucapan lengkapnya Bhagasasi atau Bekasi, yang terletak di sebelah timur pinggiran Jakarta. Di sinilah, menurut perkiraan Poerbatjaraka, letak istana kerajaan Tarumanengara yang termashur itu. Raja Hindu ini ternyata seorang ahli pengairan. Raja mendirikan bendungan di tepi kali Bekasi dan Kalimati. Maka sejak saat itu rakyat Tarumanagara mengenal persawahan menetap. Pada zaman Tarumagara kesenian mulai berkembang. Petani Betawi membuat orang -orangan sawah untuk mengusir burung. Orang-orangan ini diberi baju dan bertopi, yang hingga kini ma sih dapat kita saksikan di sawah-sawah menjelang panen. Petani Betawi menyanyikan lagu sambil mengge rak-gerakkan tangan orang-orangan sawah itu. Jika panen tiba petani bergembira. Sawah subur karena diyakini Dewi Sri menyayangi mereka. Dewi Sri, menurut Mitologi Hindu, adalah Dewi kemakmuran.Pendu duk mengarak barongan yang dinamakan ondel-ondel untuk menyatakan merdeka punya kagoembiraan. Ondel-ondel pun diarak dengan dibunyikannya gamelan.para Nelayan bergembira menyambut panen laut. dengan Ikan segar yang merupakan hasil rezeki yang mereka dapatkan dari laut. Karena itu mereka mengadakan upacara Nyadran. Ratusan perahu nelayan melaut mengarak kepala kerbau yang dilarungkan ke lautan.
Abad ke-7
Pada abad ke-7 Kerajaan Tarumanagara ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Budha. Di zaman kekuasaan Sriwijaya berdatangan penduduk Melayu dari Sumatera. Mereka mendirikan pemukiman di pesi sir Jakarta. Kemudian bahasa Melayu menggantikan kedudukan bahasa Kawi sebagai bahasa pergaulan. Ini disebabkan terjadinya perkawinan antara penduduk asli dengan pendatang Melayu. Bahasa Melayu mula-mula hanya dipakai di daerah pesisir saja. Kemudian meluas sehingga ke daerah kaki Gunung Salak dan Gu nung Gede. Bagi masyarakat Betawi keluarga punya arti penting. Kehidupan berkeluarga dipandang suci. Anggota keluarga wajib menjunjung tinggi martabat keluarga. Dalam keluarga Betawi Ayah disebut babe ada juga yang menyebutkan baba, mba, abi atau abah yang dipengaruhi oleh para pendatang dari Hadra maut. Ibu disebut mak dan banyak juga yang menyebut nyak atau umih. Anak pertama diberikan nama anak bongsor dan anak bungsu dinamai anak bontot.
Abad ke-10
Pada sekitar abad ke-10. Saat terjadi persaingan antara wong Melayu yaitu Kerajaan Sriwijaya dengan wong Jawa yang tak lain adalah Kerajaan Kediri. Persaingan ini kemudian menjadi perang dan membawa Cina ikut campur sebagai penengah karena perniagaan mereka terganggu. Perdamaian tercapai, kendali lautan dibagi dua, sebelah Barat mulai dari Cimanuk dikendalikan Sriwijaya, sebelah timur mulai dari Kediri dikendalikan Kediri. Artinya pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya. Sriwijaya kemudian meminta mitranya yaitu Syailendra di Jawa Tengah untuk membantu mengawasi perairan teritorial Sriwijaya di Jawa bagian barat. Tetapi ternyata Syailendara abai maka Sriwijaya mendatangkan migran suku Melayu Kalimantan bagian barat ke Kalapa. Pada periode itulah terjadi persebaran bahasa Melayu di Kerajaan Kalapa yang pada gilirannya – karena gelombang imigrasi itu lebih besar ketimbang pemukin awal – bahasa Melayu yang mereka bawa mengalahkan bahasa Sunda Kawi sebagai lingua franca di Kerajaan Kalapa. Sejarahwan Ridwan Saidi mencontohkan, orang “pulo”, yaitu orang yang berdiam di Kepulauan Seribu, menyebut musim di mana angin bertiup sangat kencang dan membahayakan nelayan dengan “musim barat” (bahasa Melayu), bukan “musim kulon” (bahasa Sunda), orang-orang di desa pinggiran Jakarta mengatakan “milir”, “ke hilir” dan “orang hilir” (bahasa Melayu Kalimantan bagian barat) untuk mengatakan “ke kota” dan “orang kota”.


 Periode Kolonialisasi Eropa
Abad ke-16
Perjanjian antara Surawisesa raja dari kerajaan Pajajaran dengan bangsa Portugis ditahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik Keroncong atau dikenal sebagai Keroncong Tugu. Setelah VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini. Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia, Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota.

Abad ke-20
Pada zaman kolonial Belanda tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.menurut Uka Tjandarasasmita penduduk asli Jakarta telah ada sejak 3500-3000 tahun sebelum masehi.menurut Antropolog Universitas Indonesia, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis belum mengakar. dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas pada tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong dan pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu segenap orang Betawi sadar bahwa mereka merupakan sebuah golongan, ialah golongan orang Betawi. ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut juga sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umumnya digunakan di Sumatera dan kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Dalam majalah Indonesia terbitan April 1967 Cornell University, Amerika, Lance Castles dalam penelitiannya menyangkut asal-usul orang Betawi.dari  hasil penelitian berjudul “ The Ethnic Profile of Jakarta ” menyebutkan bahwa orang Betawi terbentuk pada sekitar pertengahan abad 19 sebagai hasil proses peleburan dari berbagai kelompok etnis yang menjadi budak di Batavia.

Secara singkat sketsa sejarah terjadinya orang Betawi menurut Castles dapat ditelusuri dari :
  1. Daghregister, yaitu catatan harian tahun 1673 yang dibuat Belanda yang berdiam di dalam kota benteng Batavia.
  2. Catatan Thomas Stanford Raffles dalam History of Java pada tahun 1815.
  3. Catatan penduduk pada Encyclopaedia van Nederlandsch Indie tahun 1893
  4. Sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930.
Dari klasifikasi penduduk dalam keempat catatan itu relatif sama, maka tiga-tiganya dapat diperbandingkan satu sama lain, untuk memberikan gambaran perubahan komposisi etnis di Jakarta sejak awal abad 19 hingga awal abad 20. Sebagai hasil rekonstruksi, angka-angka tersebut mungkin tidaklah mencerminkan situasi yang sebenarnya, namun menurut Castles hanya itulah data sejarah yang tersedia yang relatif meyakinkan walaupun hasil kajian yang dilakukan Lance Castles mendapatkan banyak tentangan dan kritikan karena hanya menitik beratkan kepada skesta dari sejarah yang baru ditulis pada tahun 1673.
mengikuti kajian Lance Castles, Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA melalui pemikiran dan kajiannya, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. perkiraan ini didasarkan atas studi Sejarah Demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dari data sensus penduduk Jakarta ditahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai jenis golongan etnis, namun tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilang sejumlah golongan etnis dari sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Bali, Jawa, Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Balanda, juga orang Melayu. kemungkinan semua suku bangsa di Nusantara dan Arab Moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan penduduk pribumi ( Belanda: inlander ) di Batavia yang kemudian terserap ke dalam kelompok etnis Betawi.

Sepuluh tahun setelah pengumuman hasil penelitian Lance Castles yakni pada tahun 1977 arkeolog Uka Tjandarasasmita mengemukakan monografinya "Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran ( 1977 )". Uka memang tidak menyebut monografinya untuk menangkis tesis Castles, tetapi secara arkeologis telah memberikan bukti-bukti yang kuat dan ilmiah tentang sejarah penghuni Jakarta dan sekitarnya dari masa sebelum Tarumanagara di abad 5.dikemukakan lah bahwa paling tidak sejak zaman neolitikhum atau batu baru ( 3500 – 3000 tahun yang lalu ) daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh kelompok masyarakat. ada Beberapa tempat yang diyakini bahwa berpenghuni diantara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Sirih, Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang, Cililitan, Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Cabe, Cipayung, dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta. dari alat-alat yang ditemukan pada situs-situs, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian ( semacam perladangan ) dan peternakan. bahkan mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang sudah teratur. setelah kemerdekaan (1945), Jakarta telah dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi dalam arti apapun juga tinggal sebagai minoritas. pada tahun 1961, suku Betawi mencakup kurang lebih lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk di Jakarta pada waktu itu. mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. melalui proses Asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang pulalah salah satu caranya Suku Betawi hadir di bumi Nusantara kita.

 

3 komentar:

  1. Sangat bagus materinya,cuma sedikit sentuhan seni gambar wallpaper / foto kejadian akan lebih sempurna lagi"..

    BalasHapus
    Balasan
    1. baik sekali masukkan nya,baik akan saya tindak lanjuti,thx bro komennya membangun sekali.

      Hapus
  2. Nama" orang betawi dulu agak aneh, misal: Kebon, Pentul, Naim, Nawi dll. itu bukan nama" orang jawa, sunda bahkan Indonesia. Sebelum tahun 1600-an jakarta adalah tanah rawa kosong, tidak berpenghuni manusia.

    BalasHapus