Selasa, 21 Juni 2016

Cerita Batak " Gelar Sianipar Patuat Gaja"

Dahulu kala, ada seorang pemuda dari Lumban Sianipar-Balige dimana keturunannya yaitu anak dari Raja Sianipar, pahompunya dari Raja Tuan Dibangarna yang diberi gelar dengan "Raja Sianipar Patuat Gaja". Nama Raja Patuat Gaja ini bukan muncul begitu saja tetapi ada cerita dibalik dari peristiwa yang sangat dikenal oleh keturunan Raja Sianipar Patuat Gaja ini, dimana ini menentukan pihak yang disebut “Tulang Bona Ni Ari” dari keturunan Raja Sianipar Patuat Gaja ini.

Dahulu kala, di tanah Batak, ada sebuah acara pesta muda-mudi yang bertujuan sebagai wadah perkenalan pemuda-pemudi Batak dan didengar oleh anak Raja Sianipar inilah bahwa di daerah Silindung ada pesta muda-mudi sehingga diapun berangkat dari Lumban Sianipar-Balige. Dalam pesta itu, Anak dari Raja Sianipar ini terpikat melihat cantiknya seorang gadis dari marga Simanungkalit yang bernama Margidol. Anak Raja Sianipar ini memetik sekuntum bunga-bungaan yang berada di sekitar tempat itu kemudian berniat memberikannya kepada Margidol br Simanungkalit (keturunan simanungkalit raja namora). Dahulu kala, jika ada seorang pemuda memberikan sekuntum bunga kepada seorang gadis maka gadis tersebut tidak dapat menolak cinta dari pemuda tersebut.

Ketika orang tua Margidol br Simanungkalit mengetahui hal tersebut, maka sangat resahlah hatinya karena anak perempuannya (borunya) Margidol br Simanungklalit ini sudah ditunangkan dengan orang lain. Untuk menolak pinangan anak Raja Sianipar tersebut, maka Raja Simanungkalit orang tua dari Margidol br Simannungkalit ini merencanakan segala macam cara untuk menggagalkan dan membatalkan lamaran dari anak Raja Sianipar tersebut salah satunya ide yang tidak masuk akal adalah seekor gajah berwarna putih.

Ketika anak dari Raja Sianipar ini datang melamar anak dari Raja Simanungkalit yaitu Margidol br Simanungkalit kepada orang tuanya, maka mereka memberikan berbagai macam syarat-syarat kepada anak Raja Sianipar tersebut. salah satunya adalah untuk membawakan seekor gajah berwarna putih ke kampung mereka dalam kurun waktu satu hari. Raja Simanungkalit tahu bahwa gajah di tanah Batak tidak ada yang berwarna putih dan dengan waktu tersebut Sang ayah Raja Simanungkalit berharap bahwa anak Raja Sianipar tersebut gagal dan kalau dilihat letak dari kampung Simanungkalit ini berada di sebuah lembah yang dikelilingi bukit bukit. Namun ternyata syarat yang diberikan oleh sang calon besan yaitu Raja Simanungkali disanggupi dan disetujui oleh anak Raja Sianipar tersebut.

Maka pergilah anak Raja Sianipar tersebut mencari seekor gajah liar yang berwarna putih dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, namun ternyata hari semakin gelap dan Sianipar tersebut belum menemukan gajah yang diminta. anak Raja Sianipar tersebut dari tadi hanya melihat gaja berwarna abu-abu saja dan sepengetahuannya kebanyakkan gajah selayaknya adalah warna abu-abu. Melihat hari semakin gelap dan mendekati terang maka anak Raja Sianipar tersebut menggukan kesaktian yang dimilikinya untuk merubah warna dari gajah "abu-abu" menjadi putih dengan mencari tanah yang berwarna putih mewarnai gajah berwarna abu-abu tersebut menjadi putih sesuai seperti permintaan dari Raja Simanungkalit.

Tantangan berikutnya yang harus dia lalui adalah bagaimanakah cara menurunkan seeokor gajah ke kampung Simanungkalit ini, namun tantangan ini pun akhirnya dapat dia lalui berkat bantuan kesektiannya, dimana dia hanya tinggal memindahkan saja dengan menggunakan mantara-mantara dan memberikan seekor gajah putih kepada pihak Simanungkalit. Raja Simanungkalit sebagai orang tua Margidol br Simanungkalit saat mengetahi bahwa Sianipar bisa melakukan permohonan mereka dan mereka hanya bisa tercengang-cengang melihat seekor gajah putih yang ada di depan mereka.

Dengan geram dan sangat terpaksa, mau tidak mau ayah gadis cantik itu harus menerima lamarannya. Namun ia minta satu permintaan lagi, yaitu piso ke Sianipar ini. Walau dengan berat hati, Sianipar meng'iya'kannya, menurut cerita katanya dengan syarat piso ini yang menjadi sinamot untuk semua pomparan Sianipar jika ingin mempersunting Boru Simanungkalit, dan tidak boleh ditolak oleh pihak Simanungkalit.

Piso tersebut telah didoakan oleh Raja Simanungkalit, ayah dari gadis cantik tersebut . Dimana akan dipakai untuk menyembelih gajah tersebut oleh anak Raja Sianipar, Piso tersebut tidak sembarangan orang bisa membuka atau mencabutnya dari sarungnya, karena harus berhati yang bersihlah yang dapat menjabut piso tersebut dari sarungnya dan pada saat ritual menyembelihan yang akan dilakukan Sianipar ternyata dia gagal melakunya, karena tidak dapat membuka sarung piso tersebut. Sedangkan hari pun akan kembali gelap dan kekuatan megiknya terbatas dengan waktu sehari saja, maka gajah tersebut berubah menjadi abu-abu kembali. Mengapa Sianipar gagal menjalankan ritual tersebut ! karena Sianipar tidak bersih hatinya dan melakukan dua kesalahan yaitu dia tidak piur dalam melakukan kerja kerasnya tetapi dia menggunakan kekuatan atau kesaktiannya untuk merubah warna gajah yang abu-abu menjadi putih dan menggunakan mantaranya untuk memindahkan gajah dari hutan ke kampung perempuan. Dari peristiwa tersebut orang tua dari pihak perempuan Margidol br Simanungkalit ini tidak mau menerima lamaran anak Raja Sianipar tersebut.

Karena kesalahan Sianipar dan janji yang sudah terucap maka Raja Simanungkalit mengusir anak perempuannya dan tidak mengakui Margidol br Simanungkalit sebagai anaknya jika Margidol br Simanungkalit tetap mau menikah dengan anak dari Raja Sianipar. Namun, karena anak dari Raja Sianipar begitu terpikat dengan kecantikan Margidol br Simanungkalit tersebut, Sianipar tetap bersikeras akan menikahinya. Melihat hal itu, maka kakek (opung dolinya) dari Margidol br Simanungkalit maju dan menyetujui pernikahan mereka dan akan menganggap Margidol br Simanungkalit sebagai borunya atau anak perempuannya sendiri. Itupun jika orang tua Margidol br Simanungkalit tidak mengakuinya sebagai anaknya lagi. Akhirnya pernikahan merekapun terlaksana dan terjadi.

Maka itu Piso tersebut sampai sekarang masih ada dan disimpan oleh salah satu keluarga Simanungkalit di Siborong-borong. Konon hanya Marga Sianipar dan Sianipar yang berhati bersih yang bisa mencabut Piso itu. Itulah sebabnya keturunannya memberi gelar Raja Patuat Gaja (Raja yang menurunkan gajah). Kisah Sianipar Raja Patuat Gaja akhirnya mempunyai empat orang anak dari Margidol br Simanungkalit dan mereka tinggal di Lumban Sianipar-Balige dan sampai sekarang makam Raja Sianipar Patuat Gaja ini ada di pintu masuk kampung Lumban Sianipar ini dengan model makam Batak yang khas.

Dari kisah Sianipar Patuat Gaja dengan Marga Simanungkalit ini akan menentukan posisi Marga Simanungkalit dalam silsilah Marga Sianipar dalam keturunan Sianipar Raja Patuat Gaja. Marga Simanungkalit menjadi Tulang Bona Ni Ari, yaitu sebagai Tulang yang posisinya paling tinggi dalam silsilah Batak. Setiap orang dari marga Sianipar wajib menghormati Marga Simanungkalit apa lagi Boru Simanungkalitnya, hal tersebut juga mempengaruhi posisi Marga Sianipar dalam silsilah Marga Simanungkalit. Ketika ada pesta adat dari Marga Simanungkalit, maka mereka akan memanggil Marga Sianipar sebagai boru (putri) kesayangan.

By: Merry Damei
12082014-21062016